Selasa, 03 April 2012

Makalah Perkembangan Peserta Didik

BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
          Sebagai calon guru atau pendidik kita harus mempunyai pengetahuan, kreatifitas juga wawasan yang luas untuk memahami peserta didiknya. Selain itu kita harus mengerti perkembangan dan pertumbuhan anak, psikologi anak, kemampuan anak, kelemahan anak dan keinginan anak yang mempunyai bakat tertentu.
Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Beberapa teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan.

2. Rumusan Masalah
·         Bagaimana perkembangan moral pada masa kanak-kanak ?
·         Minat apa saja yang muncul pada awal masa kanak-kanak ?
·         Bagaimana penggolongan peran seksnya ?
·         Bagaimana perkembangan atau ciri-ciri akhir masa kanak-kanak ?
·         Bagaimana tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak ?
·         Perkembangan fisik apa saja yang terjadi pada akhir masa kanak-kanak

3. Tujuan
            Untuk lebih mengetahui bagaimana perkembangan moral pada masa kanak-kanak, minat pada awal masa kanak-kanak, penggolongan peran seks, perkembangan akhir masa kanak-kanak (ciri akhir masa kanak-kanak), tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak, serta perkembangan fisik pada akhir masa kanak-kanak.




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Perkembangan Moral pada Masa Kanak-Kanak

      Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar atau salah. Ia juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturan-peraturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok sosial.
            Maka anak-anak harus belajar berperilaku moral dalam berbagai situasi yang khusus. Karena mereka hanya bisa belajar bertindak tanpa mengetahui mengapa. Dan karena ingatan anak-anak cenderung kurang baik maka perlu belajar bagaimana berperilaku sosial yang baik.
            Awal masa kanak-kanak ditandai dengan apa yang Piaget disebut “moralitas melalui paksaan.” Dalam tahap perkembangan moral ini anak-anak secara otomatis mengikuti peraturan-peraturan tanpa berpikir atau menilai, dan ia  menganggap orang-orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Ia juga menilai semua perbuatan sebagai benar atau salah berdasarkan pada motivasi yang mendasarinya.
            Kohnberg memperinci dan memperluas tahap-tahap perkembangan moral Piaget dengan memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan pertama ini yang disebut sebagai “moralitas prakonvensional.” Dalam tahap pertama, anak-anak berorientasi patuh pada hukuman dalam arti ia menilai benar atau salahnya perbuatan berdasarkan akibat-akibat fisik dari perbuatan itu. Kemudian dalam tahap kedua anak-anak menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh pujian. (Elizabeth B Hurlock,  1990:123)
            Dengan berakhirnya awal masa kanak-kanak, kebiasaan untuk patuh harus dibentuk agar anak-anak mempunyai disiplin yang konsisten. Displin merupakan cara masyarakat mengajarkan kepada anak-anak perilaku moral yang diterima kelompok. Tujuanny adalah memberitahukan kepada anak-anak perilaku mana yang baik dan mana yang tidak baik dan mendorongnya untuk berperilaku sesuai dengan norma.
            Ada tiga unsur penting dalam disiplin yaitu peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai pedoman untuk penilaian yang baik, hukuman bagi pelanggaran peraturan dan hukum dan hadiah untuk perilaku sosial yang baik. Jenis disiplin yang digunakan pada awal masa kanak-kanak ada tiga yaitu disiplin otoriter, disiplin yang lemah, displin demokratis. Pengaruh disiplin yang diharapkan pada anak-anak yaitu pengaruh perilaku, pengaruh sikap, pengaruh pada kepribadian. (Elizabeth B Hurlock,  1990:126)


2.      Minat pada Awal Masa Kanak-Kanak

Ada beberapa minat yang berlaku umum pada anak-anak yaitu minat pada agama, tubuh manusia, diri sendiri, seks, dan pakaian.
a)      Minat pada Agama
      Sebagian besar keyakinan agama tidak berarti bagi anak-anak meskipun mereka menunjukkan minat dalam ibadah agama. Tetapi karena anak-anak sering dijelaskan mengenai kelahiran, kematian, pertumbuhan dan unsur-unsurnya, maka keinginan tahu tentang agama menjadi besar. Konsep anak-anak mengenai agama adalah realistik, mereka mengartikan apa yang didengar dan dilihat sesuai dengan apa yang sudah diketahui. Dan minat mereka pada agama bersifat egosentris.
b)      Minat pada Tubuh Manusia
      Kebanyakan anak menunjukkan minat besar pada bagian dalam tubuhnya dan ingin mngetahui dimana letak organ tdalam tubuhnya, dan anak juga ingin mengetahui tentang pembuangan dan dari mana asal kotoran itu. Anak-anak menyatakan minatnya pada tubuh dengan memberikan komentar tentang berbagai bagian tubuh dan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Kalau ia belum puas, maka ia akan memeriksa bagian tubuhnya dan tubuh teman-teman bermainnya. Minat anak terhadap tubuhnya bersifat obyektif, ia ingin tahu mngenai tubuhnya tapi keingintahuannya tidak bersifat pribadi.
c)      Minat terhadap Diri Sendiri
      Anak menunjukkan minat pada dirinya sendiri melalui banyak cara. Yang paling sering adalah dengan mengamati dirinya melalui kaca, meneliti bagian-bagian tubuh dan pakaiannya, mengajukan pertanyaan tentang dirinya, membandingkan milik dan prestasinya dengan milik dan prestasi temannya, membanggakan milik dan prestasinya atau mengganggu untuk menarik perhatian.
d)     Minat terhadap Seks
      Banyak anak memperlihatkan minat mereka terhadap seks dengan membicarakannya dengan teman-teman bermain kalau tidak ada orang dewasa, dengan melihat gamabar-gambar pria dan wanita yang berpose merangsang.

e)      Minat terhadap Pakaian
      Yang menjadi perhatian adalah baru atau tidaknya pakaian, warna atau hiasannya, persamaan dengan teman dan sesuai tidaknya pakaian itu dengan jenis kelamin pemakai.


3.      Penggolongan Peran Seks

            Dalam tahap perkembangan pola ini, anak diharapkan menguasai dua asapek penting dari penggolongan peran seks, yaitu belajar bagaimana melakukan peran seks yang tepat dan menerima kenyataan bahwa ia harus menyesuaikan dengan stereotip peran seks yang disetujui kalau ingin mendapatkan penilaian sosial dan juga penerimaan sosial yangt baik.
            Stereotip peran seks adalah sekumpulan arti yang dihubungkan dengan kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Anak mempelajari stereotip peran seks melalui berbagai cara namun mengikuti pola yang biasa diramalkan. MUla-mula anak belajar bahwa nak laki-laki dan anak perempuan, ada anak prian dan wanita. Pada saat yang bersamaan anak belajar bahwa ia sendiri laki-laki atau perempuan. Kemuadian dipelajari bahwa milik-milik tertentu, seperti pakaian, mainan, buku, dsb sesuai untuk kelompok tertentu dan tidak sesuai untuk kelompok lainnya. Anak menemukan cirri kepribadian tertentu dan pola perilaku diasosiasikan dengan seks yang berlawanan. Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak sebagian besar anak sudah dapat mengimbangkan stereotip peran seks dengan cukup baik.


4.      Perkembangan akhir Masa Kanak-Kanak (Ciri akhir masa kanak-kanak)

Beberapa label yang mencerminkan cirri-ciri penting dari periode akhir masa kanak-kanak yaitu :
·         Label yang digunakan oleh orang tua
     Bagi orang tua akhir masa kanak-kanak merupakan usia yang menyulitkan. Suatu masa di mana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan di mna ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya dari pada orang tua mereka sendiri. Maka orang tua memandang periode ini sebagai usia tidak rapi.
·         Label yang digunakan oleh para pendidik
Para pendidik melabelkan akhir masa kanak-kanak dengan usia sekolah dasar. Karena pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Maka para pendidik memandang periode ini sebagai periode kritis dalam berprestasi.
·         Label yang digunakan oleh ahli psikologi
Bagi ahli psikologi, akhir masa kanak-kanak adalah usia berkelompok. Suatu masa di mana perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok, terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman-temannya. Maka ahli psikologi memandang periode ini sebagai periode penyesuaian diri.


5.      Tugas Perkembangan Akhir Masa Kanak-Kanak
Untuk memperoleh tempat di dalam kelompok sosial, anak yang lebih besar harus menyelesaikan berbagai tugas dalam perkembangan. Masyarakat mengharapkan anak menguasai tugas-tugas tersebut pada masa ini.
Penguasaan tugas-tugas perkembangan tidak lagi sepenuhnya menjadi tanggungjawab orangtua seperti pada tahun prasekolah. Namun sekarang pengusaan ini juga menjadi tanggungjawab guru dan sebagian kecil juga menjadi tanggungjawab teman kelompok. Misalnya, pengembangan berbagai keterampilan dasar seperti membaca, menulis, berhitung, dan pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga merupakan tanggungjawab guru dan juga orangtua.
Perkembangan sosial pada akhir masa kanak-kanak

Pada saat anak memasuki masa sekolah, maka ia melakukan hubungan yang lebih banyak dengan anak lain, berbeda pada waktu masa prasekolah. Pada waktu masa sekolah, anak memasuki usia ‘gang’, yaitu usia yang pada saat itu kesadaran sosial berkembang dengan pesat. Dalam hal ini anak memasuki tahap menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilaku. Menurut Havighurst ‘kelompok teman sebaya’ didefinisikan sebagai suatu kumpulan yang kurang lebih berusia sama yang berfikir dan bertindak bersama-sama. Geng pada umumnya adalah kelompok bermain yang terdiri atas anak-anak yang mempunyai minat, dan tujuan yang sama yaitu untuk bersenang-senang.

Ciri-ciri khas Geng Anak, antara lain :
·         Geng di kenal kaena namanya, yang kebanyakan diantaranya di ambil dari nama jalan atau blok tempat tinggal para anggota, atau dari buku komik, dan film populer.
·         Anggota Geng menggunakan isyarat, kata teguran dan kode komunitas rahasia.
·         Geng anak sering menggunakan tanda pengenal, dengan atribut untuk mengenal anggotanya.
·         Aktifitas geng meliputi semua bentuk permainan dan hiburan kelompok, membuat sesuatu, menganaggu oranglain, dll.
Havighurst menyatakan bahwa geng mempunyai empat cara utama dalam membantu anak-anak menjadi pribadi yang mampu bermasyarakat, antara lain :
  • Geng membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara social bagi mereka.
  • Geng dapat membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai. Orang tua cenderung di terima anak  sebagai “kata hati yang otoriter”.
  • Melalui pengalaman geng anak mempelajari sikap sosial yang pantas, misalnya : cara menyukai orang, serta cara menikmati kehidupan sosial dan aktifitas kelompok.
  • Geng dapat membantu kemandirian pribadi anak dengan memberikan kepuasan emosional dari persahabatan dengan teman sebaya
Kemerosotan dalam hubungan keluarga yang di mulai pada bagian akhir masa bayi terus berlangsung pada akhir masa kanak-kanak, hal ini yang menyebabkan perasaan tidak aman dan tidak bahagia. Dimana terjadi hubungan baik terhadap anak dan orangtua dan sanak saudara, dan tampaknya anak lebih menyukai pertemuan-pertemuan dalam keluarga. Namun sebenarnya anak lebih senang berhubungan dengan teman-temannya sendiri dan bersikap kritis serta membenci orang tua dan sanak keluarga yang lain.

Pengaruh yang mendalam dari hubungan anak dan keluarga jelas terlihat daam bidang lehidupan sebagai berikut :
  1. Pekerjaan di sekolah dan sikap anak terhadap sekolah sangat di pengaruhi oleh hubungannya dengan anggota keluarga. Hubungan keluarga sehat dapat menimbulkan dorongan untuk berprestasi, sedangkan hubungan keluarga yang tidak sehat dapat memberi efek yang buruk terhadap kemampuan berkonsentrasi anak.
  2. Hubungan keluarga dapat mempengaruhi penyesuaian diri secara social di luar rumah.
  3. Peran yang dimainkan di rumah menentukan peran di luar rumah.
  4. Jenis metode pelatihan anak yang digunakan di rumah mempengaruhi peran anak.
  5. Cita-cita dan prestasi anak di berbagai bidang sangat di pengaruhi oleh sikap orang tua.
  6. Apakah anak akan bersikap kreatif atau bersikap konformistis dalam perilaku sangat di pengaruhi oleh pelatihan di rumah.
  7. Hubungan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kepribadian anak-anak. Pendangan anak-anak tentang diri mereka sendiri merupakan cerminan langusng dari apa yang di nilai dan cara mereka di perlakukan oleh anggota-anggota keluarga.
Dengan meluasnya cakrawala sosial pada saat anak masuk sekolah, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Perubahan ini tidak hanya terjadi ada konsep diri, tetapi juga pada sifat-sifat orang lain yang di nilai dan di kagumi dan juga perubahan-perubahan yang terjadi pada sifat anak itu sendiri.

Ø  Konsep diri ideal
Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, anak mulai mengagumi tokoh-tokoh dalam sejarah, cerita khayal, kemudian anak membentuk konsep diri yang ideal seperti tokoh yang diinginkannya.

Ø  Mencari Identitas
Anak-anak pada umumnya memasuki periode akhir masa kanak-kanak dan berminat dalam keanggotaan kelompok, mereka sangat ingin menyesuaikan mulai dari gaya berbicara sampai dengan standar penampilan yang di tetapkan kelompok tersebut. Karena mereka takut kehilangan dukungan dari anggota kelompok, mereka berusaha meniru namun kadang-kadang berlebihan.

Bahaya pada akhir masa kanak-kanak
  • Bahaya fisik
  • Perubahan bentuk tubuh
  • Bentuk tubuh yang tidak sesuai
  • Kecelakaan
  • Ketidakmampuan fisik
  • Rasa canggung
  • Kesederhanaan
Bahaya Psikologi
  • Cemas
  • Emosinya tidak stabil
  • Tidak percaya diri
  • Selalu membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain
Akhir masa kanak-kanak dapat dan harus merupakan periode bahagia dalam rentang kehidupan. Meskipun periode ini bukan masa yang sepenuhnya gembira karena anak di harapkan memikul tambahan tanggung jawab di sekolah dan tambahan di rumah, keberhasilan dalam melaksanakan tanggung jawab ini, terlebih yang dianggap penting oleh orang-orang akan menambah kebahagiaan. Anak memiliki kesempatan yang luas untuk bermain dan untuk memperoleh alat bermain yang dibutuhkan seperti teman-teman sebayanya, kecuali kalau timbul kondisi yang luar biasa.
Anak yang berbahagia pada akhir masa kanak-kanak belum tentu merasa bahagia pada tahap-tahap selanjutnya, tetapi kondisi-kondisi yang menimbulkan kebahagiaan dalam periode ini juga akan menimbulkan kebahagiaan pada periode berikutnya.Sekalipun kebahagiaan yang dialami pda periode ini tidak emnjamin kebahagiaan seumur hidup, tetapi kondisi-kondisi yang menimbulkan kebahagiaann akan terus memberikan kebahagiaan pada tahun-tahun berikutnya, terutama bila tiga faktor kebahagiaan terpenuhi, yaitu penerimaan/dukungan, kasih sayang, dan prestasi.


6.      Perkembangan Fisik pada Akhir Masa Kanak-Kanak

      Akhir masa kanak-kanak merupakan periode pertumbuhan yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan pubertas, kira-kira dua tahun sebelum anak secara seksual menjadi matang pada saat pertumbuhan berkembang pesat.
Pertumbuhan fisik mengikuti pola yang dapat diramalkan meskipun sejumlah perbedaan dapat terjadi, Bentuk tubuh mempengaruhi tinggi dan berat dalam akhir masa kanak-kanak, Kesehatan dan gizi yang baik merupakan factor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, Anak yang diberi imunisasi penyakit selama awal masa kanak-kanak tumbuh lebih besa, Ketegangan emosional juga mempengaruhi pertumbuhan fisik. Perbedaan seks dalam pertumbuhan fisik yang pada tahun-tahun sebelumnya hampir tidak tampak menonjol dalam akhir masa kanak-kanak
      Jadi, pertumbuhan fisik yang menonjol pada perkembangan fisik akhir masa kanak-kanak antara lain Tinggi, Berat, Perbandinagn tubuh, Kesederhanaan, Perbandingan Otot-lemak, Gigi.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan pada anak terdiri dari berbagai aspek baik secara fisik maupun non fisik. Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Beberapa teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan.
            Perkembangan yang dibahas diatas terdiri dari perkembangan moral pada masa kanak-kanak, minat pada awal masa kanak-kanak, penggolongan peran seks, perkembangan akhir masa kanak-kanak (ciri akhir masa kanak-kanak), tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak, serta perkembangan fisik pada akhir masa kanak-kanak.




DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Kamis, 29 Maret 2012

Bee :)


ESSAY !



TELEVISI UNTUK PENDIDIKAN

Pada era reformasi sekarang ini perkembangan teknologi komunikasi sangat pesat. Seiring dengan perkembangan jaman, media elektronik salah satunya televisi, merupakan bentuk dari perkembangan teknologi komunikasi. Pengaruh dari media ini sangat besar kepada kita, seperti pengaruh dalam penyebaran kebudayaan, perubahan sosial, realita kehidupan, dan sebagainya. Media telivisi merupakan media massa yang dinilai paling efektif saat ini, dan banyak menarik simpati kalangan masyarakat luas, karena perkembangan teknologinya begitu cepat dan penayangannya mempunyai jangkauan yang relatif tidak terbatas.
Masyarakat Indonesia tidak dapat terlepas dari perkembangan masyarakat global, yang selalu memperoleh informasi dari berbagai media apapun. Informasi menentukan tingkat perkembangan masyarakat atau seseorang. Perkembangan ke arah masyarakat informasi dituntut untuk mempunyai inovasi, kreasi, produksi, dan distribusi yang lebih banyak dan bermutu. Masyarakat memerlukan jangkauan informasi yang luas untuk berlangsungnya berbagai cara penyampaian informasi tersebut. Cara penyampaian sebuah informasi harus diimbangi dengan perkembangan perangkat keras teknologi komunikasi, seperti satelit komunikasi, sehingga memungkinkan pendeknya jarak waktu komunikasi dan makin derasnya arus sebuah informasi untuk cepat diterima masyarakat luas.
Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam dunia pendidikan mengakibatkan berbagai perubahan menuju ke arah perkembangan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan teknologi tersebut. Dengan demikian, antara keduanya terjadi saling mengisi. Upaya pembaruan dalam pendidikan lebih ditekankan ke arah proses belajar mengajar. Pada jaman dahulu upaya proses belajar mengajar melalui bentuk kata-kata, sehingga menjurus ke verbalisme kemudian orang-orang pada waktu itu mulai berpikir ke arah diperlukannya alat bantu pelajaran yang bersifat audio visual, seperti gambar-gambar, slide, model, pita kaset, film bersuara, radio dan televisi. Penggunaan alat audio visual tersebut, ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi proses belajar mengajar, sehingga diharapkan anak-anak mampu mengembangkan daya nalar serta daya reka anak. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa proses belajar dan mengajar dengan menggunakan sarana audio visual mampu meningkatkan efesiensi pengajaran 20%-50%. (Darwanto, 2007: 101)
Sebenarnya jika kita menengok kehidupan sehari-hari, penggunaan sarana audio visual sudah kita kenal sejak lama. Hanya saja kita kurang menyadarinya bahkan kita tidak mengerti di balik perbuatan kita itu. Sebagai contoh, seorang anak diajak ke pasar ibunya, membantu membersihkan tempat tidur, membantu memasak di dapur, semua itu merupakan bimbingan secara langsung dengan sarana audio visual. Dengan sering melihat secara langsung kegiatan yang dilakukan orang tua, maka anak lebih mudah untuk menerima dan menambah pengalaman. Sebaliknya apabila pelajaran yang didapat hanya dalam bentuk kata-kata, maka akan sulit untuk dibayangkan, apalagi kalau tidak ada pengalaman yang dimiliki sebelumnya.
Media televisi merupakan media yang tergolong audio visual atau dapat dipandang dan didengar, beragam informasi dan ilmu pengetahuan ditayangkan semenarik mungkin dan dikombinasikan dalam bentuk gambar dan suara. Media televisi sama halnya dengan radio dan surat kabar sehingga dapat digolongkan sebagai mass media. Informasi yang ditayangkan melalui televisi dapat diterima oleh penonton secara meluas, tetapi berbeda dengan surat kabar dan media massa lain yang hanya pada wilayah tertentu saja yang bisa menerima informasi tersebut.
Pada awalnya televisi siaran program pendidikan kurang bermanfaat dalam dunia pendidikan, mengingat karena biaya operasionalnya cukup mahal, tetapi kemudian muncul pendapat-pendapat yang berlawanan, yang menyatakan bahwa televisi sebagai media massa sangat bermanfaat dalam memajukan pendidikan suatu bangsa. Kemudian dalam perkembangannya membuktikan bahwa dengan sifat audio visual yang dimilki televisi, menjadikan televisi sangat pragmatis, sehingga mudah mempengaruhi penonton dalam hal sikap, tingkah laku dan pola berpikir.
Televisi mempunyai tiga fungsi, yaitu memberikan informasi, memasyarakatkan dan menggerakkan. Yang dimaksud memberikan informasi adalah televisi tersebut mampu menyalurkan info atau pesan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan. Penelitian bidang pendidikan menunjukkan bahwa televisi memberikan kontribusi yang positif dalam perkembangan kognitif atau pengetahuan kepada penerimanya. Sedangkan fungsi memasyarakatkan artinya penyampaian suatu sistem kebudayaan serta penanaman nilai dan norma yang memungkinkan seseorang berpartisipasi aktif dalam berbagai kelompok sosial. (Yusufhadi Miarso, 2007: 411)
Benny A. Pribadi dan Bambang Sutjiatmo dalam Tian Belawati, dkk. (1999: 216) menyatakan, “Dalam sebuah aktivitas pendidikan ada tiga aspek yang harus dicapai, yaitu aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (perasaan dan penghayatan), dan aspek psikomotorik (gerakan).” Tentunya media televisi dapat digunakan dengan baik untuk dapat menyampaikan pesan dan informasi yang berada dalam tiga aspek tersebut. Dalam program tertentu media televisi itu mampu menyampaikan pesan dan informasi secara efektif. Contohnya seperti penayangan seni atau drama melalui program televisi dapat menggugah penghayatan penonton terhadap suatu bentuk seni dan kebudayaan, maka media televisi mampu menayangkan pesan-pesan pendidikan yang bersifat universal, dan sangat efektif untuk menayangkan pengetahuan tentang suatu gerakan motorik, seperti pada mata pelajaran olahraga dan keterampilan maka kita dengan mudah dapat mempelajari berbagai gerakan-gerakan yang harus dikuasai melalui media televisi.
Yang melatarbelakangi televisi ikut berperan dalam dunia pendidikan adalah angka statistic menunjukkan perkembangan penduduk dunia yang sangat pesat. Kemudian berdampak pada perkembangan anak, khususnya anak-anak yang berada dalam bangku sekolah. Jumlah anak yang sekolah tidak seimbang dengan jumlah guru yang mengajar, dan terdapat masalah lain. Sehingga televisi sebagai media massa, mempunyai manfaat untuk membantu memecahkan masalah-masalah, seperti halnya kekurangan tenaga pengajar dan ruang belajar dapat teratasi, karena seorang guru dapat menghadapi jumlah murid yang tidak terbatas jumlahnya. Kemudian kekurangan buku pelajaran dapat teratasi, karena stasiun penyiaran meneyediakan teks atau brosur bagi paket-paket pendidikan yang akan disiarkan. Hal ini terbukti bahwa telivisi mampu meningkatkan kemampuan belajar, bukan saja untuk anak-anak melainkan juga untuk semua tingkatan usia. Akan tetapi, televisi hanya sebuah alat bantu dalam proses belajar mengajar, tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan menyikapinya. (Darwanto, 2007: 127)
Televisi pendidikan harus bisa bersifat kreatif dalam merancang dan memproduksi sebuah program, karena masyarakat luas menilai televisi sebagai media hiburan, maka bagaimana seorang produser menciptakan sebuah program semenarik mungkin agar televisi berperan sebagai media mendidik sekaligus dapat menghibur masyarakat luas. Masa sekarang ini banyak sekali siaran televisi baik sebagai hiburan maupun pendidikan. Namun siaran televisi juga memiliki keterbatasan, sering kali siaran televisi dimanfaatkan sebagai sarana untuk komunikasi satu arah. Artinya, pemirsa atau penonton hanya bersikap pasif dan tidak dapat memperoleh umpan balik dari informasi yang didapat dari apa yang telah mereka lihat. Jika diterapkan untuk keperluan pendidikan komunikasi satu arah ini kurang efektif bagi siswa, mereka akan sulit mempelajari informasi dan pengetahuan, jadi harus ada media lain sebagai media interaktif antara siswa dengan guru, misalnya dengan menggunakan saluran telepon. Dengan media interaktif tersebut siswa dapat memperoleh informasi atau pengetahuan secara lebih rinci tentang apa yang sudah disampaikan seorang penyaji. (Benny A. Pribadi dan Bambang Sutjiatmo dalam Tian Belawati, dkk. 1999: 216).
Yusufhadi Miarso (2007: 418) menyatakan,  ”Sistem televisi pendidikan acara hiburan maupun informasi harus mengandung misi edukatif sesuai dengan konsep pendidikan, maka misi edukatif  perlu dijabarkan lebih lanjut dengan pedoman televisi sebagai program siaran harus sesuai dengan kebutuhan yang dituju, isi siaran harus sesuai dengan nilai-nilai budaya yang diterima masyarakat Indonesia, program siaran berkaitan dengan kegiatan yang ada di masyarakat, setiap acara diusahakan untuk dikembangkan dalam bentuk paket yang berkesinambungan, dan tiap program harus dibuat dengan arah tujuan tertentu.”
            Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi baik di Indonesia maupun internasional, kemudian banyak kritik yang ditujukan kepada penyelenggara siaran program telivisi, mengenai isi yang bertentangan dengan nilai moral dan budaya, sehingga memberikan dampak yang negatif. Maka, pendidikan sebagai dasar dalam meningkatkan budaya dan moral bangsa harus mampu mengatasi permasalahan tersebut.
            Siaran televisi di Indonesia dimulai pada saat TVRI milik pemerintah yang didirikan yaitu pada tahun 1962. Penyiaran program melalui saluran televisi lebih diutamakan pada berita, penyuluhan dan penyebaran informasi dan pemerintah, acara berbentuk hiburan, serta peristiwa olahraga. Sementara itu, program pendidikan sampai saat ini masih memperoleh kesempatan yang sangat kecil. Program-program pendidikan yang ditayangkan TVRI pada umumnya berisi informasi tentang keterampilan dan pengetahuan yang bersifat umum. Pada tahun 1980 dunia siaran pertelevisian diramaikan dengan hadirnya sejumlah televisi-televisi swasta, seperti RCTI, SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI yang sekarang berganti nama menjadi MNC. Stasiun-stasiun tersebut saling berlomba-lomba menayangkan program unggulan. Namun kebanyakan stasiun televisi swasta tersebut lebih banyak menayangkan program yang bersifat hiburan, dan program pendidikan masih tetap memperoleh kesempatan untuk siaran relatif kecil, dikarenakan stasiun swasta tersebut saling berlomba-lomba mengejar pendapatan dari hasil penayangan iklan. (Benny A. Pribadi dan Bambang Sutjiatmo dalam Tian Belawati, dkk. (1999: 219).
            Sebuah program hiburan yang menarik tentunya akan menjadi daya tarik bagi produsen untuk menaruh iklan di stasiun televisi tersebut. Faktor ini merupakan salah satu penyebab utama mengapa program televisi pendidikan hanya diberi kesempatan siaran yang sangat kecil. Dapat dikatakan penayangan program televisi pendidikan tidak mampu mendatangkan pendapatan bagi stasiun televisi swasta dan televisi pendidikan tidak dapat bersaing dengan program yang bersifat hiburan (entertainment). Pemanfaatan media televisi untuk pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan program pendidikan tidak mampu menarik dana masyarakat terutama dari iklan, sehingga biaya siaran program pendidikan menjadi beban bagi stasiun televisi swasta yang menyiarkan. Oleh karena itu, selain TVRI tidak ada stasiun televisi swasta yang secara intensif maupun ekstensif menyiarkan program pendidikan. (Benny A. Pribadi dan Bambang Sutjiatmo dalam Tian Belawati, dkk. (1999: 220).
            Selain mempunyai banyak manfaat, televisi juga mempunyai dampak. Pada tahun 1982 National Institute of Mental Heath mengadakan penelitian tentang dampak televisi yang telah dilakukan (Biagi (1988) sebagaimana dikutip oleh Yusufhadi Miarso,2007: 446) menyimpulkan bahwa ada korelasi langsung antar kekerasan dalam televisi dan perilaku agresif, meskipun tidak dapat diduga siapa dan mengapa dipengaruhi, penonton setia televisi lebih menunujukkan sifat penakut, kurang percaya diri dan lebih gelisah, tetapi bagi anak yang menonton program yang prososial, maka dia akan berkelakuan baik.
            Penyelenggaraan siaran televisi pendidikan seharusnya ditujukan kepada seorang guru terlebih dahulu, karena guru sangat berperan dalam usaha memperbaiki mutu pendidikan, mereka juga harus mendapat perhatian untuk memperoleh bimbingan atau penataran tentang teknologi komunikasi dalam meningkatkan kemampuan profesional, mengenal karakter teknologi komunikasi khususnya televisi. Karena guru mendapat kepercayaan untuk melalakukan pembaruan pendidikan, mereka harus mengatasi permasalahan siswa sesuai perannya sebagai seorang guru. Agar guru bisa merasa aman bahwa kedudukannya sebagai seorang guru tidak tergantikan atau tergeser dengan adanya media telivisi program pendidikan ini, sehingga harus mendapat dukungan dan sarana untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Organisasi seperti PGRI juga harus bertanggungjawab dalam mengatasi masalah ini. Misalnya dengan membuat konsep perencanaan peraturan untuk membatasi dampak negatif televisi dan meningkatkan dampak positifnya dan juga dengan bekerja sama dengan pihak-pihak lain.
            Keterkaitan dengan sumber daya manusia, di Indonesia belum banyak dilakukan penelitian dan pengkajian berkaitan dengan televisi. Sebaiknya di Indonesia ada sebuah lembaga penelitian yang melakukan penelitian dan pengkajian tentang daya tarik siaran yang hasilnya dipakai sebagai pegangan oleh semua stasiun televisi dan semua pihak yang berkepentingan mensponsori dan ikut membiayai program siaran. Karena, media televisi merupakan media yang berpotensi sebagai media pendidikan maka akan lebih bermanfaat  jika media ini mendapatkan perhatian dari berbagai pihak yang berkaitan, tidak hanya bagi pemerintah dan para pendidik tetapi juga seluruh masyarakat luas, dan khususnya pihak televisi swasta ikut berpartisipasi dalam memajukan mutu perkembangan pendidikan melalui media televisi ini, karena banyak sekali manfaat yang diperoleh dengan menggunakan televisi program pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusufhadi. (2007). Menyamai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Darwanto. (2007). Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pribadi, Benny A & Bambang Sutjiatmo. (1999). Pemanfaatan Siaran TV Pendidikan. dalam Tian Belawati, et al. Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh. Jakarta: Universitas Terbuka.